Jumat, 23 Desember 2011

Peranan Objek Wisata dalam Proses Perkembangan Kepariwisataan di DIY

Provinsi DIY merupakan  salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia karena memiliki beraneka ragam potensi objek wisata yang sudah banyak dikunjungi wisatawan nusantara,maupun wisatawan mancanegara.
Peranan objek wisata sangat penting dalam mendukung perkembangan kepariwisataan di DIY, yaitu dengan berbagai macam sumber daya tarik, baik alam maupun budaya yang tidak akan pernah habis apabila dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisatawan.
Dengan adanya objek wisata yang menarik dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai serta pelayanan yang baik diharapkan akan lebih banyak dikunjungi wisatawan semakin banyak kunjungan wisatawan ke objek wisata akan semakin meningkat kesejahteraan masyarakat dan jasa dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengembangan pariwisata di DIY akan membawa dampak dalam kehidupan masyarakat. Terutama masyarakat di sekitar objek-objek wisata. Dampak yang mungkin muncul ini merupakan konsekuensi dari pengembangan atau pembangunan pariwisata yang membawa pengaruh pada perubahan perubahan sosial. Dampak yang muncul ini mungkin menguntungkan(positif) dan mungkin juga merugikan(negative). Bagi masyarakat sekitar ataupun pemerintah dan badan badan yang berkecimpung di bidang kepariwisataan. Untuk melihat dampak positif dan juga yang negative ini, tergantung dari sudut pandang mana,masyarakat,pemerintah daerah, atau badan badan yang berkecimpung dalam bidang kepariwisataan (biro-biro perjalanan).
Pada hakikatnya pembangunan pariwisata merupakan kegiatan ekonomi untuk memperbesar penerima devisa,memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,terutama masyarakat setempat. Di satu pihak pembinaan dan pengembangan kepariwisataan dalam negeri ditujukan pula untuk meningkatkan kualitas kebudayaan bangsa(TAP MPR NO II/MPR/1998 GBHN)  dari penegasan tersebut dapat dilihat bagaimana dampak positive dan negative pengembangan pariwisata terhadap kehidupan ekonomi dan bagaimana pula dampaknya(positive atau negative) pada kehidupan sosial budaya.
Bagi pemerintah daerah, berkembangnya pariwisata yang disertai dengan datangnya atau kunjungan wisatawan yang mau tinggal lama adalah menguntungkan. Karena pemasuka devisa dapat diharapkan, bahkan mungkin dapat melebihi target tahunan yang ditentukan.
Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat kedua setelah Bali. Penilaian tersebut didasarkan pada beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan wisata di DIY. Pertama, berkenaan dengan keanekaragaman objek. Dengan berbagai predikatnya, DIY memiliki keanekaragaman objek wisata yang relatif menyeluruh baik dari segi fisik maupun non fisik, disamping kesiapan sarana penunjang wisata. Sebagai kota pendidikan, Yogyakarta relatif memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, berkaitan dengan ragam spesifikasi objek dengan karakter mantap dan unik seperti kraton, candi prambanan, kerajinan perak di Kotagede. Spesifikasi objek ini masih didukung oleh kombinasi objek fisik dan non fisik dalam paduan yang seras. Kesemua faktor tersebut memperkuat daya saing DIY sebagai propinsi tujuan utama primary destination) tidak saja bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sebutan Prawirotaman dan Sosrowijayan sebagai ‘kampung Internasional' membuktikan kedekatan atmosfir Yogyakarta dengan 'selera eksotisme' wisatawan mancanegara.
Kota Yogyakarta yang memiliki cukup banyak objek wisata dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu objek wisata budaya dan objek wisata buatan (konveksi dan wisata belanja). Potensi objek dan daya tarik wisata di Yogyakarta adalah museum, bangunan bersejarah, bangunan budaya, kelompok kesenian/atraksi wisata dan kawasan malioboro. Yang termasuk dalam kategori objek wisata budaya diantaranya adalah benteng vredeburg, Kraton Yogyakarta, taman sari, kraton pakualaman dan makan kotagede.
Gambaran pengembangan pariwisata terletak pada dua komponen pembentuknya. Komponen yang pertama adalah lingkungan alam-sosial-ekonomi dari masyarakat di kawasan wisata sebagai inti segenap totalitas kegiatan pariwisata. Sementara komponen lainnya,yang merupakan fasilitas penduung komponen pertama, terdiri dari :
1.      Atraksi dan objek wisata
2.      Akomodasi
3.      Transportasi
4.      Infrastruktur
5.      Institusi penyelenggaraan
6.      fasilitas pendukung lainnya
Oleh karenanya komoditas wisata yang semestinya adalah pengalaman pengalaman  interaksi dengan lingkungan alam-sosial-ekonomi  masyarakat di daerah wisata.
Persoalan yang berkaitan dengan strategi pembangunan pariwisata Yogyakarta, bersumber pada konflik kepentingan antara pengembangan dan pemasaran pariwisata. Pengembangan pariwisata dalam segala aspeknya selalu bersangkutan dengan prinsip prinsip konservasi dan preservasi, dalam arti upaya pengembangan yang menghormati masa lalu,berfungsi pada masa kini dan mampu member inspirasi di masa mendatang. Disisi lain, berbagai pengembangan pariwisata atas nama kaidah pemasaran tidak jarang justru mengabaikan etika etika preservasi dalam berbagai aspek kegiatan  pariwisata. Dalam kaitan ini, strategi pengembangan yang memfokuskan pariwisata budaya hanya akan bisa berhasil jika didasarkan pada adanya integrasi antara konsep pengembangan dan pemasaran. Sebab, bagaimanapun pariwisata adalah wahana keterpaduan antara preservasi dan pengembangan budaya.
Sumber: panduan industri, jasa, pariwisata, dan perdagangan Yogyakarta. 1995. Pusat studi jepang – UGM. Gadjah Mada University Press 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar