Provinsi DIY
merupakan salah satu daerah tujuan
wisata yang ada di Indonesia karena memiliki beraneka ragam potensi objek
wisata yang sudah banyak dikunjungi wisatawan nusantara,maupun wisatawan
mancanegara.
Peranan objek wisata
sangat penting dalam mendukung perkembangan kepariwisataan di DIY, yaitu dengan
berbagai macam sumber daya tarik, baik alam maupun budaya yang tidak akan
pernah habis apabila dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisatawan.
Dengan adanya objek wisata yang
menarik dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai serta pelayanan
yang baik diharapkan akan lebih banyak dikunjungi wisatawan semakin banyak
kunjungan wisatawan ke objek wisata akan semakin meningkat kesejahteraan
masyarakat dan jasa dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengembangan
pariwisata di DIY akan membawa dampak dalam kehidupan masyarakat. Terutama
masyarakat di sekitar objek-objek wisata. Dampak yang mungkin muncul ini
merupakan konsekuensi dari pengembangan atau pembangunan pariwisata yang
membawa pengaruh pada perubahan perubahan sosial. Dampak yang muncul ini
mungkin menguntungkan(positif) dan mungkin juga merugikan(negative). Bagi
masyarakat sekitar ataupun pemerintah dan badan badan yang berkecimpung di bidang
kepariwisataan. Untuk melihat dampak positif dan juga yang negative ini,
tergantung dari sudut pandang mana,masyarakat,pemerintah daerah, atau badan
badan yang berkecimpung dalam bidang kepariwisataan (biro-biro perjalanan).
Pada
hakikatnya pembangunan pariwisata merupakan kegiatan ekonomi untuk memperbesar
penerima devisa,memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan
kerja,terutama masyarakat setempat. Di satu pihak pembinaan dan pengembangan
kepariwisataan dalam negeri ditujukan pula untuk meningkatkan kualitas
kebudayaan bangsa(TAP MPR NO II/MPR/1998 GBHN)
dari penegasan tersebut dapat dilihat bagaimana dampak positive dan
negative pengembangan pariwisata terhadap kehidupan ekonomi dan bagaimana pula
dampaknya(positive atau negative) pada kehidupan sosial budaya.
Bagi
pemerintah daerah, berkembangnya pariwisata yang disertai dengan datangnya atau
kunjungan wisatawan yang mau tinggal lama adalah menguntungkan. Karena pemasuka
devisa dapat diharapkan, bahkan mungkin dapat melebihi target tahunan yang
ditentukan.
Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat kedua setelah Bali. Penilaian
tersebut didasarkan pada beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan
wisata di DIY. Pertama, berkenaan dengan keanekaragaman objek. Dengan berbagai
predikatnya, DIY memiliki keanekaragaman objek wisata yang relatif menyeluruh
baik dari segi fisik maupun non fisik, disamping kesiapan sarana penunjang
wisata. Sebagai kota pendidikan, Yogyakarta relatif memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas. Kedua, berkaitan dengan ragam spesifikasi objek
dengan karakter mantap dan unik seperti kraton, candi prambanan, kerajinan
perak di Kotagede. Spesifikasi objek ini masih didukung oleh kombinasi objek
fisik dan non fisik dalam paduan yang seras. Kesemua faktor tersebut memperkuat
daya saing DIY sebagai propinsi tujuan utama primary destination) tidak saja
bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sebutan Prawirotaman dan
Sosrowijayan sebagai ‘kampung Internasional' membuktikan kedekatan atmosfir
Yogyakarta dengan 'selera eksotisme' wisatawan mancanegara.
Kota
Yogyakarta yang memiliki cukup banyak objek wisata dapat dikategorikan menjadi
2 (dua) yaitu objek wisata budaya dan objek wisata buatan (konveksi dan wisata
belanja). Potensi objek dan daya tarik wisata di Yogyakarta adalah museum,
bangunan bersejarah, bangunan budaya, kelompok kesenian/atraksi wisata dan
kawasan malioboro. Yang termasuk dalam kategori objek wisata budaya diantaranya
adalah benteng vredeburg, Kraton Yogyakarta, taman sari, kraton pakualaman dan
makan kotagede.
Gambaran pengembangan pariwisata
terletak pada dua komponen pembentuknya. Komponen yang pertama adalah
lingkungan alam-sosial-ekonomi dari masyarakat di kawasan wisata sebagai inti
segenap totalitas kegiatan pariwisata. Sementara komponen lainnya,yang
merupakan fasilitas penduung komponen pertama, terdiri dari :
1.
Atraksi
dan objek wisata
2.
Akomodasi
3.
Transportasi
4.
Infrastruktur
5.
Institusi
penyelenggaraan
6.
fasilitas
pendukung lainnya
Oleh karenanya komoditas wisata
yang semestinya adalah pengalaman pengalaman
interaksi dengan lingkungan alam-sosial-ekonomi masyarakat di daerah wisata.
Persoalan yang berkaitan dengan
strategi pembangunan pariwisata Yogyakarta, bersumber pada konflik kepentingan
antara pengembangan dan pemasaran pariwisata. Pengembangan pariwisata dalam
segala aspeknya selalu bersangkutan dengan prinsip prinsip konservasi dan
preservasi, dalam arti upaya pengembangan yang menghormati masa lalu,berfungsi
pada masa kini dan mampu member inspirasi di masa mendatang. Disisi lain,
berbagai pengembangan pariwisata atas nama kaidah pemasaran tidak jarang justru
mengabaikan etika etika preservasi dalam berbagai aspek kegiatan pariwisata. Dalam kaitan ini, strategi
pengembangan yang memfokuskan pariwisata budaya hanya akan bisa berhasil jika
didasarkan pada adanya integrasi antara konsep pengembangan dan pemasaran.
Sebab, bagaimanapun pariwisata adalah wahana keterpaduan antara preservasi dan
pengembangan budaya.
Sumber:
panduan industri, jasa, pariwisata, dan
perdagangan Yogyakarta. 1995. Pusat studi jepang – UGM. Gadjah Mada
University Press 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar