Auguste
Comte lahir di Montpeller, Prancis, pada tanggal 19 Januari 1798
(Pickering,1993: 7). Orang tuanya berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang
ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak local. Meskipun
seorang mahasiswa yang cerdas, Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana.Ia
dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Polytechnique karena
gagasan politik dan pembangkangan mereka. Pemberhentian ini berdampak buruk
pada karir akademis Comte. Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris (dan “anak
angkat” [Manuel, 1962:251]) Claude Henri Saint-Simon, seorang filsuf yang empat
puluh tahun lebih tua dari Comte. Mereka bekerja sama selama beberapa tahun dan
Comte mengakui besarnya utang pada Saint-Simon. Namun pada tahun1824 mereka
bertengkar karena Comte yakin bahwa Saint-Simon ingin menghapuskan nama Comte
dari daftar ucapan terima kasihnya. Kemudian Comte menulis bahwa hubungannya
dengan Saint-Simon “mengerikan” sebagai “penipu hina” (Durkheim,
1928/1962:144). Pada tahun 1852, Comte berkata tentang Saint-Simon, “aku tidak
berutang apapun pada orang ini” (Pickering,1993:240).
Heilbron
(1995) mengambarkan Comte bertubuh pendek (mungkin 5 kaki 2 inci), dengan mata
juling, dan sangat gelisah dengan situasi sosial disekitarnya, khususnya ketika
menyangkut perempuan.Ia juga terasing dengan masyarakat secara keseluruhan.
Kegelisahan pribadi yang dialami Comte berlawanan dengan rasa aman yang begitu
besar terhadap kapasitas intelektualnya, dan tampak bahwa rasa percaya begitu
kuat:
Ingatan Comte yang luar biasa begitu tersohor. Didukung dengan ingatan fotografis ia dapat mengucapkan kembali setiap kata yang telah ia baca meski hanya sekali. Kekuatan konsentrasinya begitu hebat sehingga ia dapat menggambarkan seluruh buku tanpa menuliskan catatan sedikitpun. Seluruh kuliah disampaikan tanpa catatan. Ketika ia duduk menulis buku-bukunya, ia menulis semua yang ada dalam ingatannya. (Schweber, 1991: 134).
Ingatan Comte yang luar biasa begitu tersohor. Didukung dengan ingatan fotografis ia dapat mengucapkan kembali setiap kata yang telah ia baca meski hanya sekali. Kekuatan konsentrasinya begitu hebat sehingga ia dapat menggambarkan seluruh buku tanpa menuliskan catatan sedikitpun. Seluruh kuliah disampaikan tanpa catatan. Ketika ia duduk menulis buku-bukunya, ia menulis semua yang ada dalam ingatannya. (Schweber, 1991: 134).
Pergaulan Comte dengan gadis – gadis juga mendatangkan
relevansi untuk memahami evolusi dalam pemikiran Comte, khususnya perubahan
dalam tekanan tahap – tahap akhir kehidupannya dar positivisme ke cinta. Comte
menikahi wanita bernama Caroline Massin (1825) yang merupakan mantan wanita
tuna susila, yaitu seseorang yang telah lama menanggung beban emosional dan
ekonomi dengan Comte. Pada tahun 1826, Comte mengelola satu
skema yang akan digunakannya untuk menyampaikan serangkaian 72 kuliah umum
tentang filsafat-filsafatnya. Kuliah ini menarik audiens luar biasa banyaknya,
namun diberhentikan pada kuliah ketiga saat Comte menderita gangguan jiwa.Ia
terus mengalami masalah mental, dan pada tahun 1827 ia pernah mencoba bunuh
diri (meski gagal) dengan melemparkan dirinnya ke sungai Seine. Sesudah Comte keluar dari rumah sakit, istrinya merawat
Comte dengan tulus tanpa penghargaan dari Comte bahkan kadang Comte bersikap
kasar padanya. Setelah pisah untuk sesaat lamanya, istrinya pergi dan
meninggalkan Comte sengsara dan gila.
Meskipun
ia tidak dapat memperoleh posisi regular di Ecole Polytechnique, Comte
mendapatkan posisi minor sebagai asisten pengajar pada tahun 1832. Pada tahun
1837, Comte mendapatkan posisi tambahan sebagai penguji ujian masuk, dan untuk
pertama kalinya, ini memberikan pendapat yang memadai (ia sering kali
tergantung secara ekonomis pada keluarganya sampai saat itu). Selama kurun
waktu tersebut, Comte mengerjakan enam jilid karya yang melambungkan namanya.Cours de Philosophie Positive, yang
secara keseluruhan terbit pada tahun 1842 (jilid pertama terbit pada tahun
1830).Dalam karya ini Comte memaparkan pandangannya bahwa sosiologis adalah
ilmu tertinggi. Ia juga menyerang Ecole Polytechnique dan hasilnya adalah pada
tahun 1844 pekerjaanya sebagai asisten tidak diperpanjang.tahun 1851 ia
menyelesaikan empat jilid bukuSysteme de
Politique Positive, yang lebih bertujuan praktis, dan menawarkan rencana
reorganisasi masyarakat.
Setelah menyelesaikan enam jilid Course de Philosophie Positive, Comte bertemu dengan Clothilde de
Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan Comte. Dia berumur beberapa tahun
lebih muda Comte, dan ia sedang ditinggalkan oleh suaminya ketika mereka
bertemu. Awalnya Clothilde tidak menanggapi surat cinta yang Comte kirimkan
padanya. Namun pada suatu surat, Clothilde menerima Comte menjadi pasangannya,
karena Clothilde terdesak atas keprihatinan gangguan mental yang dialami oleh
Comte. Namun romantika ini tidak berlangsung lama karena Clothilde mengidap
penyakit TBC yang kemudian mengakibatkan Clothilde meninggal. Kehidupan Comte
lalu tergoncang, dan dia bersumpah untuk membaktikan hidupnya untuk mengenang
“bidadari”-nya itu.
Helibron
menandaskan bahwa kehancuran terbesar terjadi dalam kehidupan Comte pada tahun
1838 dan sejak saat itu ia kehilangan harapan bahwa setiap orang akan
memikirkan secara serius karyanya tentang ilmu pengetahuan secra umum, dan
khususnya sosiologi. Pada saat yang bersamaan ia mengawali hidup “yang
menyehatkan otak”; yaitu, Comte mulai tidak mau membaca karya orang lain, yang
akibatnya ia menjadi kehilangan harapan untuk dapat berhubungan dengan
perkembangan intelektual terkini. Setelah
tahun 1838 ia mulai mengembangkan gagasan anehnya tentang reformasi masyarakat
yang dipaparkanya dalam buku Systeme de
Politique Positive. Dalam buku ini jelaskan mengenai pernyataan
menyeluruh mengenai strategi pelaksanaan praktis pemikirannya mengenai filsafat
positif yang sudah dikemukakannya terlebih dahulu dalam bukunya Course de Philosophie Positive.
Karena dimaksudkan untuk mengenang “bidadari”-nya, kara
Comte dalam “politik positif” itu didasarkan pada gagasan bahwa kekuatan yang
sebenarnya mendorong orang dalam kehidupannya adalah perasaan, bukan
pertumbuhan intelegensi manusia yang mantap. Dia mengusulkan suatu reorganisasi
masyarakat dengan sejumlah tata cara yang dirancang untuk membangkitkan cinta
murni dan egoistis demi “kebesaran kemanusiaan”. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan suatu agama baru – agama Humanitas – yang merupakan sumber –
sumber utama bagi perasaan – perasaan manusia serta mengubahnya dari cinta diri
dan egoisme menjadi altruisme dan cinta tetapi sekaligus tidak akan membenarkan
secra intelektual ajaran – ajaran agama tradisional yang bersifat
supernaturalistik. Comte mulai menghayalkan dirinya sebagai
pendeta tinggi agama baru kemanusiaan; ia percaya pada dunia yang pada akhirnya
akan dipimpin oleh sosiolog-pendeta. (Comte banyak dipengaruhi latar belakang
Khatoliknya). Menarik untuk disimak, ditengah gagasan berani itu, pada akhirnya Comte banyak mendapatkan banyak pengikut di
Prancis, maupun di sejumlah Negara lain. Auguste Comte wafat pada 5 september
1857.